Komunitas LGBTQIA+ di Indonesia masih rentan terhadap perlakuan diskriminatif akibat stigma yang melekat di masyarakat atas dasar agama dan moralitas. Padahal, apapun orientasi seksual, jenis kelamin, identitas dan ekspresi gender setiap manusia merupakan hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap individu yang dan dihormati serta dihargai tanpa mendapatkan stigma dan perlakuan diskriminatif.

 

Pada dasarnya, setiap individu berhak untuk mengekspresikan pendapat dan dirinya secara bebas. Hal ini diatur pada Pasal 19 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang melindungi hak setiap orang untuk berekspresi. Hal ini sejalan dengan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur mengenai kebebasan berekspresi. Dalam Pasal 22 Ayat 3 Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa:

Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.”

 

Pasal 26 ICCPR juga menyatakan bahwa semua orang setara di mata hukum dan harus dilindungi dari segala bentuk diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan pandangan politik, asal-usul, maupun status lainnya.

 

Dalam konstitusi di Indonesia, UUD 1945 Pasal 28 I ayat (2) menyatakan bahwa:

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu.” Oleh karena itu, negara wajib untuk melindungi semua warga negara Indonesia dari segala bentuk tindakan diskriminasi, termasuk diskriminasi terhadap kaum minoritas ragam identitas gender dan orientasi seksual.

 

Pada tanggal 6 sampai 9 November 2006, diselenggarakan seminar internasional yang bertempat di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan dihadiri oleh sekelompok ahli HAM dari berbagai wilayah dan latar belakang termasuk hakim, akademisi, mantan Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, Prosedur Khusus PBB, anggota lembaga perjanjian, LSM, dan lain-lain. Pada seminar ini dihasilkan Yogyakarta Principles atau Prinsip-Prinsip Yogyakarta.

 

Prinsip-Prinsip Yogyakarta merupakan suatu tatanan prinsip-prinsip dalam penerapan Undang – Undang Hak Asasi Manusia yang berkaitan dengan orientasi seksual dan identitas gender. Prinsip-Prinsip ini menegaskan standar hukum internasional yang mengikat yang harus dipatuhi oleh semua negara. Prinsip-Prinsip ini menjanjikan bentuk masa depan yang berbeda, dimana semua orang dilahirkan dengan bebas dan setara dalam hal martabat dan hak serta dapat memenuhi hak berharga tersebut yang mereka bawa sejak mereka dilahirkan.

 

Namun sayang, belakangan ini, perlindungan negara RI terhadap komunitas LGBTQIA+ semakin memudar. Tindakan diskriminatif dan stigma yang datang dari masyarakat serta kejadian tidak mengenakan masih dirasakan oleh komunitas LGBTQIA+.

 

Source:

https://wnj.westscience-press.com/index.php/jhhws/article/download/311/244

https://www.dw.com/id/pride-month-potret-kebebasan-lgbt-di-indonesia/a-62050251

https://magdalene.co/story/sejarah-gerakan-dan-perjuangan-hak-hak-lgbt-di-indonesia/

No Comment

You can post first response comment.

Leave A Comment

Please enter your name. Please enter an valid email address. Please enter a message.