Banyak orang beranggapan kalau infeksi HIV sama sekali tidak menimbulkan gejala, benar atau ngga? Let’s see!

Sekarang, kalo Loe ngerasa berisiko dan pernah ngalamin gejala mirip penyakit “flu”, kayak demam, gampang capek, ruam, keringetan di malam hari sampai basah kuyup, sakit kepala, pegal, mual, muntah, diare, ada pembengkakan kelenjar getah bening (terletak di leher), sama radang tenggorokan, it’s a warning, man. Kenapa? Karena gejala-gejala seperti itu yang akan muncul saat Loe baru saja terinfeksi HIV, bisa dibilang sebagai infeksi HIV primer atau infeksi HIV akut (stadium 1).

Gejala macam gini pasti sering terabaikan, karena emang mirip sama penyakit lain, flu misalnya. Tapi kalau mungkin dari Loe merasa pernah terpajan sekaligus pernah ngalamin gelaja seperti itu, Loe bisa langsung konsultasi ke fasilitas pelayanan kesehatan terkait HIV AIDS.

Selain itu, apa ada gejala lainnya? Ada, tapi gejala ini muncul setelah infeksi HIV di dalam tubuh sudah semakin berkembang. Ini dia nih beberapa gejalanya.wow

  1. Stadium 2
    Berat badan (BB) menurun < 10% dari BB semula tanpa sebab, infeksi saluran nafas bagian atas yang berulang (sinus, polip), herpes zoster, infeksi jamur pada kuku, dermatitis seboroik (penyakit kulit yang terasa kering dan mengelupas, biasanya di kulit kepala dan anggota tubuh yang berminyak), dan erupsi popular pruritik (benjolan kecil yang gatal).
  1. Stadium 3
    BB menurun > 10% tanpa sebab, diare dan demam tanpa sebab selama ≥ 1 bulan, kandidiasis oral (jamur di mulut), TB paru, infeksi bakteri yang berat (mis, pneumonia, infeksi tulang/sendi, meningitis), dan anemia.
  1. Stadium 4
    Kehilangan BB total (HIV wasting syndrome), kanker kulit (Sarcoma Kaposi), pneumonia bakteri parah yang berulang, TB ekstra paru, serta infeksi usus yang menyebabkan diare berkepanjangan.

Kalau dilihat agak serem ya, tapi Loe ngga perlu takut, asal Loe rajin dan rutin minum obat ARV bisa mengurangi risiko-risiko terjadinya gejala pada stadium HIV lanjut.

Referensi:

Sebagian besar orang yang merasa punya risiko terinfeksi HIV (termasuk Gue juga) biasanya punya pertanyaan seperti ini:

  • Kapan ya sebaiknya Gue harus tes HIV?
  • Gue baru kemaren habis ML nih sama pasangan Gue, mana ngga pake pengaman lagi. Apa langsung hari ini aja atau entar-entar aja?

Tes HIV kurang akurat kalau Loe lakukan langsung setelah Loe merasa terpapar virusnya (misalnya karena habis seks yang gak pakai pengaman, habis dari nge-orgy di sauna, atau mungkin habis pakai narkoba suntik). Hasil dari tes HIV itu kemungkinan besar akan non-reaktif (terindikasi negatif) kalau virus HIV baru aja masuk (menginfeksi) ke dalam tubuh Loe.

Tes HIV ini prinsip kerjanya adalah mencari antibodi yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan HIV. Antibodi HIV ini baru terbentuk di dalam tubuh sekitar 3 minggu sampai dengan 3 bulan setelah Loe terinfeksi. Masa pembentukan antibodi ini biasanya dikenal sebagai “masa jendela” atau “window period”.

Kalau Loe lagi berada dalam masa window period ini, Loe tetep akan dapat hasil negatif (non-reaktif), walaupun sebenarnya Loe sudah mulai terinfeksi. Untuk mendapatkan hasil tes yang akurat dan valid, setidaknya Loe harus menunggu kurang lebih 3 bulan buat ikut tes HIV setelah Loe melakukan perilaku yang berisiko tertular/terinfeksi HIV. Makanya, kalau di klinik tes HIV biasanya sebelum tes petugas klinik akan nanya kapan terakhir kali Loe melakukan perilaku berisiko dalam 3 bulan terakhir.

Dan kalau Loe sudah langsung tes begitu Loe merasa terinfeksi dan ternyata hasilnya negatif (non-reaktif), Loe juga haris ngulang tesnya lagi setelah 3 bulan dari Loe tes pertama, untuk meyakinkan hasil tes yang udah Loe dapat pertama kali.

Tetapi, bukan berarti kalau hasil tes Loe non-reaktif, Loe belum bisa menularkan HIV loh ya. Begitu Loe sudah terinfeksi, si virus ini otomatis sudah bisa ditularkan ke orang lain. Jadi, untuk menghindari penularan infeksi, “Loe harus tetap bermain sehat dan aman” even Loe dalam masa window period, atau setiap Loe melakukan hubungan seks. Karena waktu tidak akan pernah bisa diputar, jadi Loe tetep harus bisa jaga diri Loe.

Setelah 3 bulan terlewati, dan setelah tes HIV ulang Loe masih mendapatkan hasil HIV negatif (non-reaktif), berarti Loe tidak terinfeksi HIV. Dengan catatan selama 3 bulan itu Loe tidak ada melakukan perilaku berisiko HIV ya, artinya selalu seks aman dan tidak pakai narkoba suntik dengan jarum yang tidak steril.

Referensi:

Loe bisa mengulang tes HIV setelah melewati “window period” atau minimal setelah 3 bulan sesudah Loe terinfeksi, karena baru di 3 bulan itu antibodi HIV terbentuk dan bisa terdeteksi oleh metode tes HIV yang umumnya digunakan di Indonesia.

Kalau setelah 3 bulan, hasil tes Loe tetep non-reaktif, artinya Loe memang HIV negatif. Dengan catatan Loe tidak kembali melakukan perilaku berisiko terinfeksi HIV selama periode 3 bulan itu ya. Selanjutnya kalau Loe seksual aktif, meskipun selalu pakai kondom, ada baiknya untuk tes HIV rutin setiap 3 bulan sekali biar selalu yakin tentang status HIV Loe.

Oh iya, salah satu metode tes pemeriksaan darah untuk HIV yang cepat dan akurat adalah rapid test.

Pada rapid test akan digunakan 3 reagen untuk mengetahui dengan jelas hasil dari pemeriksaan Lab Loe. Reagen pertama memiliki sensitifitas minimal 99%, untuk reagen kedua dan ketiga memiliki spesifisitas minimal 99%. Sekarang, pengertian dari sensitifitas itu sendiri adalah keakuratan hasil, sedangkan spesifisitas adalah ketepatan hasil.

Gue akan jabarin kemungkinan dari hasil tes yang bisa Loe dapat:

  1. Loe HIV-
    Hasil R1* non-reaktif / hasil R1 reaktif tapi pengulangan pada R1 dan R2** non-reaktif / bila salah satu reaktif tapi Loe ngga berisiko.
  1. Loe HIV+
    Hasil R1 reaktif, dan diulang di R2 dan R3*** tetap reaktif.
  1. Loe indeterminate (belum jelas positif atau negatif)
    Bila 2 hasil tes reaktif / bila hanya 1 tes reaktif tapi Loe berisiko.

Tindakan yang akan dilakukan begitu status Loe diketahui adalah:

  1. Loe HIV- : Diajurkan untuk pemeriksaan ulang minimal 3 bulan s/d 1 tahun setelah tes pertama
  2. Loe hiv+ : Dirujuk ke pengobatan HIV
  3. Loe indeterminate : Tes perlu diulang minimal 2 minggu setelah pemeriksaan pertama

Hasil dari rapid test ini walaupun cepat, tapi tetap dijamin keakuratannya. Cuman kalau Loe masih tetap belum yakin, Loe bisa kembali berkonsultasi dengan konselor Loe untuk penjadwalan tes ulang.

Keterangan:

*R1 : reagen 1
**R2 : reagen 2
***R3 : reagen 3

Referensi:

  • Peraturan Menteri Kesehatan RI No 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV

Tes HIV atau yang biasa dibilang dengan VCT (voluntary, counseling, and testing) adalah tes HIV yang dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan. Dalam proses tes, baik sebelum atapun sesudah tes, Loe akan melakukan konseling dengan seorang konselor yang sudah terlatih. Di awal sesi konseling, Loe akan ditawarkan untuk mengisi informed consent, yang artinya Loe sudah setuju buat tes HIV secara sukarela. Setelah itu, konselor bakal ngasih Loe informasi tentang HIV AIDS sebelum dilanjutkan ke proses wawancara terkait dengan perilaku berisiko yang pernah atau sedang Loe lakukan. Saat konselor melakukan sesi wawancara ke Loe, Loe harus jawab sejujur-jujurnya tanpa ada yang ditutupi. Buat apa? Karena kejujuran Loe ini akan sangat mempengaruhi terhadap hasil tes nantinya.

Ah, Gue takut ntar apa yang gue omongin malah dibocorin. Tidak akan, karena sifat dari VCT ini adalah konfidensialitas, artinya rahasia Loe akan dijaga, hanya Loe dan Konselor yang tahu. Bahkan di beberapa tempat tes, Loe bisa memberikan nama samaran saat konselor menanyakan identitas Loe, eits hanya nama ya yang disamarkan, bukan mengenai perilakunya.

Setelah wawancara berakhir, maka akan dilanjutkan pada pemeriksaan darah. Hasil dari pemeriksaan darah ini juga akan diberikan ke Loe, tanpa boleh diketahui dulu oleh konselor, kecuali Loe yang meminta konselor untuk membuka hasil tes Loe tapi itupun disaksikan Loe sendiri. Isi dari hasil ini tidak akan diketahui orang lain, kecuali Loe emang mau status Loe diketahui oleh orang lain, pasangan misalnya atau keluarga. Akan tetapi, kalau ternyata hasil tes Loe reaktif maka hasil akan diberitahu kepada petugas kesehatan yang akan menangani terapi Loe nantinya.

Jadi, Loe tidak perlu khawatir akan kerahasiaan dari informasi tentang diri Loe yang Loe ceritakan ke konselor, karena baik konselor maupun tempat Loe melaksanakan tes akan bertanggungjawab untuk menjamin nama Loe dan hasil tes tidak bisa diketahui orang lain.

Referensi:

Infeksi menular seksual (IMS) tidak sama dengan HIV &. Tapi HIV & AIDS adalah salah satu dari jenis IMS. Banyak sih kalau macemnya IMS, ada yang tanpa gejala, ada yang bergejala tapi baru lama munculnya, atau malah langsung bergejala. Macem IMS yang paling sering didenger nih, ada sifilis, gonore atau kencing nanah, klamidia atau jamur di alat kelamin, kutil kelamin, jengger ayam (kondiloma akuminata), HIV AIDS, sampai kanker anus.

IMS yang suka lama baru muncul gejalanya ini yang akhirnya jadi pintu masuk penularan HIV. Soalnya Gue dan Loe bisa aja belum tahu kalau kita sudah terinfeksi IMS, sudah ada perlukaan, dan masih pula

seks ngga aman. Walhasil, gampang aja buat virus HIV masuk ke dalam tubuh. Bukan hanya diri kita aja lho yang kadang suka ngga tahu, kadang pasangan kita juga sama ngga tahunya. Atau, karena suka ngga aman tadi, kita malah ngga tahu kalau pasangan kita udah kena IMS, semakin berisikolah kita untuk terinfeksi HIV.

Ternyata, ngga hanya HIV lho yang perlu dites, tapi IMS juga perlu, biar ngga semakin menambah risiko untuk terinfeksi HIV. Dan bukan hanya Loe atau Gue aja ya yang wajib tahu kondisi kesehatan kita, pasangan juga musti tahu kondisi dia, dan kita juga harus tahu kondisi dia. Kalau Loe terinfeksi IMS, pasangan Loe kemungkinan besar juga iya, maka berobatlah sama-sama. Jangan sampe kayak main ping-pong, Loesembuh, kena lagi, sembuh lagi kena lagi, karena Loe ngga tahu status pasangan Loe. Jadi, bersama-samalah saling “safe”, jangan lupa pakai kondom, rutin periksa kesehatan, cek ada IMS atau engga, tes HIV juga, kalau terinfeksi berobatlah juga sama-sama, jadi dua-duanya tetep sehat kan? Menyulut api, walaupun cuman api kecil, kalau ngga diperhatiin lama-lama bisa jadi kobaran api yang susah Loe padamin kan? (quote by Gue hehe)

Fyi, sekarang juga ada layanan IMS dan HIV secara berkesinambungan, nah mungkin pas Loe mampir ke fasilitas kesehatan buat nanya tentang HIV, Loe juga bisa sekalian konsultasi tentang IMS, ask one get two deh. Dan kalau loe seksual aktif, atau sering berhubungan seksual baik dengan pasangan tetap ataupun berganti-ganti pasangan, sebaiknya periksa IMS secara teratur sebulan sekali. Di Puskesmas murah koq, bahkan kadang gratis. IMS yang dideteksi sejak dini penanganan dan penyembuhannya lebih mudah, lebih cepat, dan pastinya lebih murah!

Referensi:

  • Pedoman Penanganan Infeksi Menular Seksual Tahun 2011

Bisa dibilang, kalau ‘BERANI’ itu jadi salah satu modal utama buat tes HIV. Berani buat datang ke layanan untuk tes, berani jujur tentang perilaku seks berisiko yang kita lakukan, dan berani buat terima hasil, mau itu nantinya positif ataupun negatif. Tapi kenapa ya kita masih aja kadang ngerasa takut buat datang ke layanan?

  • Takut tiba-tiba ketemu sama orang yang kita kenal waktu mau tes
  • Takut dapet stigma di layanan kesehatannya
  • Takut sama prosedur tesnya
  • Takut nerima hasil tes kalau-kalau positif
  • Apa takut kalau hasil tes kita bisa kesebar ke orang lain?

Gue juga awalnya gitu, takut, ujung-ujungnya malah gak jadi tes. Tapi kalau tetap gak tes rasanya tetep aja was-was mau tahu kondisi Gue sebenernya gimana, maju salah mundur salah kayaknya. Errw.

Akhirnya Gue searching lah hasil review atau pengalaman orang-orang tentang tempat-tempat tes yang pernah mereka datengin sama Gue lihat referensi klinik atau layanan kesehatan yang disarankan oleh beberapa situs yang reliable, Gue cari, ketemu, trus Gue coba datang kesana.

Daaan ternyata ngga terbukti kok ketakutan-ketakutan yang selama ini Gue rasain, syukurnya ngga ada ketemu orang yang kenal sama Gue di sana, petugas kesehatannya juga welcome banget, pembicaraan waktu Gue konseling juga aman terkendali berakhir di Gue dan konselor.

Yang paling oke adalah waktu Gue terima hasil kalau Gue reaktif (HIV+), konselornya sangat-sangat membangkitkan semangat hidup Gue, dia rujuk ke manajer kasus, Gue ditenangin, dikasih tahu kalau Gue masih bisa hidup sama seperti biasa, Gue juga dibilangin tentang KDS ODHA, banyak hal positif yang dishare ke Gue. Bahkan Gue nyaman banget sama konselor-konselor di klinik Gue ini, malahan kita selalu kontak sampai sekarang.

Tenang aja, sekarang udah ngga kayak dulu, sudah banyak tempat tes HIV yang nyaman, dan Loe juga harus bisa ngontrol rasa ketakutan Loe.

Because if you are still tied with the fears in every single thing of your life, you would never be moving forward, you are stuck…

Pernah ngga suatu waktu Loe ngerasa udah aman dari penularan virus HIV, Loe ngga pake narkoba suntik, Loe juga tes HIV rutin, tapi terus Loe punya pasangan yang Loe gak tahu apa status HIV-nya.

Penting buat kita untuk tahu status HIV pasangan kita, dan begitu pun dia juga harus tahu status HIV kita. Karena kita ngga pernah tahu masa lalu orangkan? Walaupun sebegitu percayanya kita ke pasangan, tetep kita harus sama-sama terbuka kalau sama masalah ini. Lebih baik mencegah daripada udah terlanjur telat tahu kan

Perlu tahu tentang status HIV pasangan kita bukan untuk menentukan kelanjutan hubungan loh ya! Tapi untuk menentukan bagaimana pola hubungan seksual yang sehat untuk kita.

Kenapa penting? Karena kalau salah satu dari kita HIV+ tentunya akan berisiko menularkan ke yang lain. Dan kalau sama-sama HIV+ juga akan berisiko saling menginfeksi yang bisa berdampak buruk terhadap terapi ARV kita.

Pernah Gue cerita-cerita sama temen yang udah pacaran tahunan tapi keduanya masih berstatus HIV. Gue tanya ke dia, yaa emang susah di awal katanya. Kadang kalau dia tanya ke pasangannya, pasangannya langsung ganti topik pembicaraan, atau malah marah.

Lama-lama dia cari ide, ajak pasangannya liburan atau jalan gitu. Pas momen santai, lagi happy, atau lagi romantic moment. Diajak ngomong pelan-pelan, dijelasin, dirayu sampai dia terbuka soal statusnya.

Mungkin ini kali ya alternatif reaksi pasangan kita kalau ditanya tentang status HIV-nya:

  • Langsung jujur bilang dia HIV+, artinya kita harus selalu pakai kondom pas ML dan pastikan dia mulai terapi ARV.
  • Dia ngakunya dia HIV- (tapi Loe ngga yakin). Loe harus tetap safe se*, dan begitu Loe mau tes lagi, pelan-pelan Loe ajak dia buat ikut tes. Loe ngomong dengan bahasa yang halus, mungkin dengan bilang ‘biar kita sama-sama sehat, beib’. Nah kalau dia mau, Loe bisa ajak dia tes HIV rutin bareng Loe. Atau kalau dia nolak, Loe bisa ajak lagi di waktu yang lain, tapi tetap Loe jangan paksa, bisa jadi dia malah sama sekali gak mau.

Yang penting, jangan bikin dia takut untuk tes HIV tapi bikin dia tertarik dan BERANI untuk tes denganLoe cerita manfaat yang Loe dapat setelah tahu status HIV Loe.

Ngga salah kok untuk sedikit mengorek masalah ini, karena prinsip suatu hubungan memang harus ada keterbukaan kan, biar sama-sama enak, dan tentunya sama-sama sehat.

A true relationship is when you can tell each other anything and everything…No secret, no lies…