Apa itu Homofobia?

Homofobia adalah “kebencian yang tidak rasional, intoleransi, dan ketakutan” terhadap orang-orang dengan orientasi homoseksual (gay dan lesbian).

Pandangan-pandangan ini diekspresikan melalui perilaku homofobik seperti komentar negatif, bullying, serangan fisik, diskriminasi dan representasi media negatif.

Seperti halnya tindakan individu, homofobia dapat diekspresikan melalui tindakan negara, seperti hukum, serta lembaga sosial lainnya. Beberapa orang LGBT mungkin menginternalisasi sikap negatif terhadap ketertarikan sesama jenis, ini disebut stigma diri.

Lalu, Apa Hubungan Homofobia dan HIV?

Homofobia terus menjadi penghalang utama untuk mengakhiri epidemi AIDS di Indonesia, bahkan secara global. Epidemi HIV global selalu dikaitkan erat dengan sikap negatif terhadap orang-orang LGBT, terutama lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL)—-kelompok yang sangat terpengaruh oleh epidemi ini.

Diagnosis baru di antara kelompok ini meningkat di beberapa daerah di Indonesia dengan kenaikan yang cukup signifikan 10 tahun terakhir ini. Dan mereka dianggap bertanggung jawab atas penularan HIV. Pelaporan sensasional di media, yang menjadi semakin homofobik, memicu pandangan ini. Judul-judul seperti, “Waspada wabah gay yang semakin merebak” tentu sangat memojokkan komunitas gay.

Komunitas LGBT menghadapi tantangan dan hambatan khusus, termasuk kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia, stigma dan diskriminasi. Kriminalisasi hubungan sesama jenis, cross-dressing, bahkan hanya sekedar berkumpul saja dilarang dan dimasukkan ke dalam homofobia sosial, dan kedua faktor tersebut mencegah komunitas LGBT mengakses layanan pencegahan, tes HIV, dan pengobatan HIV. Akibatnya, beberapa komunitas ini secara tidak sadar hidup dengan HIV atau didiagnosis terlambat ketika HIV lebih sulit untuk diobati.

Banyak dari komunitas gay dan LSL yang enggan untuk pergi ke pusat kesehatan untuk mendapatkan layanan karena mereka menghadapi banyak diskriminasi ketika mereka sampai di sana. Bukan hanya dari petugas kesehatan, sebelum memasuki ke ruangan poli HIV saja sudah dilihat oleh banyak mata dari pasien-pasien poli lain dan kadang disertai dengan bisikan-bisikan cibiran, kondisi seperti ini sungguh tidak nyaman. Meskipun tidak ada tulisan HIV pada ruang perawatan tersebut namun beberapa orang seakan sudah paling tahu. Itulah mengapa banyak teman-teman yang menggunakan jaket, topi dan masker sebelum masuk ke ruangan dan ketika keluar dari poli HIV; untuk menghindari perhatian dari pasien-pasien lain yang kebetulan sudah tahu bahwa poli tersebut adalah poli untuk perawatan HIV.

Komunitas gay dan LSL menghadapi banyak kerentanan terkait HIV, dipicu oleh ketidaksetaraan dan prasangka yang mengakar dalam struktur hukum sosial masyarakat.

Memerangi homofobia mengambil pendekatan dua kali lipat:

  • Menangani hukum yang mengkriminalkan aktivitas sesama jenis dan identitas gender non tradisional (sebagai catatan, sampai saat ini kondom dan pelicin masih dijadikan barang bukti dalam sebuah penggerebekan);
  • Mengubah cara bagaimana komunitas LGBT diperlakukan oleh orang lain dan oleh masyarakat pada umumnya.

Melakukan advokasi agar peraturan ini direvisi sangat penting untuk mendorong masyarakat merangkul keragaman seksual yang berbeda, dan membuka akses ke layanan HIV. Merupakan kebutuhan hak asasi manusia bagi negara-negara untuk mengadopsi strategi pendidikan berbasis masyarakat yang lebih baik, di samping reformasi hukum, untuk memerangi homofobia.

Oleh: Om Bob

No Comment

You can post first response comment.

Leave A Comment

Please enter your name. Please enter an valid email address. Please enter a message.