Pada prinsipnya ada dua tujuan dalam hubungan seks, yakni rekreasi dan reproduksi. Dalam hal rekreasi, di sinilah chemsex (chemical-sex) memegang peranan penting yakni untuk memberi sensasi pengalaman seksual dengan penggunaan obat-obatan. Fenomena ini umumnya dilakukan oleh komunitas gay, namun kini telah populer di kalangan heteroseksual.

Obat-obatan yang biasanya digunakan untuk chemsex, seperti dikutip dari situs ukat, memiliki berbagai efek seperti perubahan suasana hati serta risiko yang lumayan berat. Beberapa zat adiktif serius yang biasa digunakan, yakni:

  • GHB atau GBL

GHB (gammahydroxybutrate) dan GBL (gammabutyrolactone) memiliki efek sedatif dan anestesi. Chemsex jenis ini lazim digunakan di pesta orgy, menyebabkan euphoria perasaan “bebas” dan rasa kantuk. Risikonya adalah kematian yang tidak sengaja, karena penggu

na berisiko mengalami kejang, koma gangguan pernapasan. Dan karena obat tersebut berbentuk cairan atau bubuk, tak jarang pengguna mengalami overdosis akibat penggunaan bersamaan dengan minuman beralkohol saat party. Pengguna juga kerap mengalami kecanduan, di mana gejala sakaw yang dialami pengguna yakni rasa cemas yang berlebihan, gemetar, berkeringat dan insomnia.

  • Mephedrone

Mephedrone (meph) adalah stimulan sintetis yang menimbulkan perasaan euforia dan menyebabkan sensasi cepat. Efek samping dari penggunakan obat ini yakni halusinasi, insomnia, peradangan, jantung berdebar dan rasa cemas. Ini juga dapat menimbulkan kecanduan psikologis.

  • Methamphetamine (crystal meth / sabu-sabu)

Obat ini sangat adiktif dan sangat manjur karena membuat tubuh melepaskan hormon “gembira” seperti dopamin, serotonin dan norepinefrin di otak. Meth kristal dapat membuat orang merasa sangat “high,” waspada, bertenaga dan terangsang secara seksual sehingga siap melakukan aneka gaya seksual. Melepaskan diri dari penggunaan crystal meth seringkali sangat menyusahkan, baik secara fisik maupun mental—dalam beberapa kasus memicu masalah jantung, paranoia (parno), agresi dan bahkan ide untuk bunuh diri.

Terlepas dari risiko keracunan obat atau overdosis obat yang fatal, dalam beberapa kasus chemsex juga dikaitkan dengan kekerasan, pemerkosaan, dan bahkan pembunuhan. Chemsex juga membawa risiko tertular IMS termasuk HIV, karena efeknya membuat pengguna seringkali abai dalam menggunakan pengaman. Ada juga risiko penularan virus yang ditularkan melalui darah termasuk hepatitis dan HIV melalui suntikan obat dengan jarum bersama.

Jika ada begitu banyak risiko pada chemsex, mengapa pasangan gay masih kerap menggunakannya? Bagi sebagian lelaki gay, chemsex adalah bentuk ekspresi diri, eksperimen dan variasi dalam bercinta.

Bagi wisatawan di kota-kota besar, chemsex dapat menjadi salah satu cara untuk saling terhubung dan menikmati pengalaman seksual yang sensasional.

Sayangnya, bagi kebanyakan orang, eksperimen chemsex menjadi sangat berisiko karena mereka kecanduan akan sensasi dari penggunaan chemsex; akibatnya risiko kecanduan fisik dan psikologis juga meningkat.

 

 

 

One Response Comment

  • Acep saepudin  April 10, 2020 at 06:30

    Aku juga pada gatal kenapa ya

    Reply

Leave A Comment

Please enter your name. Please enter an valid email address. Please enter a message.