Berbagai penelitian tentang penularan HIV hingga kini menemukan bahwa orang dengan HIV (ODHIV) yang melakukan pengobatan secara patuh dan mencapai tingkat virus tidak terdeteksi (undetectable) maka tidak dapat menularkan virus ke pasangan seksual mereka. Hampir 37 juta orang di seluruh dunia saat ini memiliki HIV, dan lebih dari 600.000 orang di Indonesia hidup dengan virus tersebut. Tingkat kematian akibat HIV memang telah menurun secara signifikan selama beberapa dekade terakhir dikarenakan banyaknya kampanye kesadaran publik dan keberhasilan terapi antiretroviral (ARV). Sayangnya, tingkat penularan masih tetap tinggi.
Menurut National Institutes of Health (NIH), tahun 2015 mencatat 2,1 juta infeksi baru di seluruh dunia. Namun, hasil terkini dari beberapa studi menawarkan harapan untuk penurunan penularan HIV secara dratis.
Sebuah penelitian terbaru menunjukkan hasil yang cukup menarik, walaupun dianggap kontroversial bagi sebagian orang. Lelaki gay HIV positif yang memiliki viral load undetectable—-sebagai hasil dari konsisten minum obat—-tidak menularkan virus ke pasangannya setelah melakukan hubungan seks tanpa kondom.
Penelitian yang disebut Opposites Attract dilakukan oleh Kirby Institute di Sydney, Australia, dan hasilnya dipresentasikan pada konferensi International AIDS Society kesembilan, yang diadakan di Paris, Prancis. Ini adalah penelitian terbesar yang pernah mengamati risiko penularan HIV di antara pasangan lelaki gay dengan status HIV yang berbeda.
Pengobatan HIV yang dikenal sebagai ARV mengurangi tingkat virus dalam tubuh, menghentikan virus dari merusak sistem kekebalan tubuh, dan dalam beberapa kasus, bahkan memperbaiki kerusakan ini. Selain itu, pengobatan ARV dapat mencegah penularan virus jika obat tersebut diminum setiap hari dan sesuai resep. Jika obat diminum secara konsisten, kadar virus dikurangi hingga tahap tidak terdeteksi.
Pada tahun 2011, satu penelitian menunjukkan bahwa pengobatan ARV mengurangi kemungkinan penularan HIV dari orang yang HIV positif ke pasangan seksual HIV negatif sebesar 96 persen. Namun, hasil ini baru diakui pada pasangan heteroseksual saja.
Oleh karena itu, apa yang disebut penelitian PARTNER bertujuan untuk menyelidiki apakah hal yang sama berlaku untuk pasangan lelaki homoseksual. Penelitian ini meneliti pasangan heteroseksual dan gay, dan menemukan nol penularan HIV dari pasangan dengan viral load tidak terdeteksi.
Sekarang, studi Opposites Attract telah melihat pasangan homoseksual secara eksklusif. Opposites Attract adalah penelitian kohort besar yang terdiri dari 358 pasangan pria gay, yang semuanya terdiri dari satu pasangan yang HIV positif, dan satu yang HIV negatif. Para peserta berasal dari berbagai latar belakang sosial dan dari tiga negara yang berbeda, yaitu Thailand, Brasil, dan Australia.
Penelitian ini dilakukan antara 2012 dan 2016. Sepanjang periode ini, pasangan melaporkan total hampir 17.000 tindakan seks anal tanpa kondom. Selama 4 tahun, nol kasus penularan HIV dilaporkan. Ini menunjukkan bahwa ketika lelaki gay yang HIV positif berhasil mempertahankan tingkat virus yang tidak terdeteksi, risiko menularkannya ke pasangan yang HIV negatif dapat diabaikan.
Ini sangat menggembirakan mengingat bahwa, dibandingkan dengan hubungan seks vaginal, risiko penularan HIV selama hubungan seks anal diperkirakan jauh lebih tinggi.
Peneliti utama Prof. Andrew Grulich, dari Kirby Institute, yang datang ke Jakarta pada simposium PrEP pertama di Indonesia beberapa waktu lalu, merangkum temuan tersebut dengan mengatakan, “Tingkat virus yang tidak terdeteksi secara efektif mencegah penularan HIV di antara pasangan gay. Penelitian kami menambah bukti dari sejumlah studi internasional lain tentang pasangan heteroseksual dan homoseksual.”
Oleh: Om Bob
No Comment
You can post first response comment.